Responsive Ads Here

Jumat, 26 Januari 2018

Jenderal Polri jadi Pj Gubernur bagian dari strategi politik Jokowi ?

BAROMET.INFO | Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menunjuk dua jenderal aktif Polriaja Asops Kapolri Irjen Pol Iriawan sebagai pejabat gubernur Jawa Barat dan Kadiv Propam Polri Irjen Pol Martuani Sormin sebagai pejabat Gubernur Sumatera Utara. Tjahjo juga menceritakan, pada pilkada serentak tahun lalu Kemendagri juga menunjuk perwira TNI dan Polri untuk menjadi penjabat sementara pemerintah daerah. Pejabat TNI berpangkat Mayjen diangkat menjadi penjabat di pemda Aceh dan pejabat polisi berpangkat Irjen ditunjukan di Pemda Sulawesi barat.
Tjahjo dijamin langkahnya tidak menyalahi aturan. Dia berpegang pada UU 10 tahun 2016 tentang Pilkada. Di situ diatur untuk mengisi kekosongan jabatan Gubernur, diangkat Penjabat Gubernur yang berasal dari jabatan pimpinan tinggi atau madya. Kedua, Permendagri nomor 1 tahun 2018 tentang Cuti Di luar Tanggungan Negara.

Namun, UU Polri nomor 2 tahun 2002, apalagi Pasal 28 Ayat 3 menyebutkan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat dipercaya jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian. Sampai saat ini, belum demikian belum mengalami perubahan.
Pengamat Kepolisian dari Institut Keamanan dan Studi Strategis (ISeSS) Bambang Rukminto menduga, keputusan ini merupakan bagian dari Strategi politik Presiden Jokowi.
"Tak bisa disangkal itu gubernur adalah jabatan politik. Tak bisa dinafikan juga pengangkatan penjabat Gubernur itu strategi politik," kata Bambang melalui pesan singkat kepada merdeka.com, semalam.
Pilkada adalah arena pertarungan politik dalam ranah demokrasi. Menurutnya, menyeret Polri di tengah pusaran pertarungan politik sungguh tak elok. Tidak hanya untuk pemerintah tapi juga institusi Polri. Seolah tak ada aparat birokrasi di luar Polri untuk dijadikan penjabat gubernur. "Usulan pengangkatan pati (perwira tinggi) aktif Polri sebagai Plt. Gubernur tak bisa kembali lagi sebagai strategi politik dari rezim ini." Dia menyayangkan Jokowi tak belajar dari rezim Megawati saat Pemilu 2004. "Kasus di era kepemimpinan Kapolri Dai Bachtiar yang secara terbuka mendukung Megawati di Pemilu 2004," ucapnya.
Presiden Jokowi seharusnya lebih bijak untuk memutuskan apa yang hanya akan ditambahkan dan polemik. Sebab, keputusan ini bisa berimbas buruk untuk citra Jokowi dan Polri.
Bambang melihat Polri begini pada pragmatisme politik yang bergulir 5 tahunan. Seharusnya, Kapolri Jenderal Tito Karnavian bisa mempertanyakan isinya Mendagri menempatkan anak buahnya sebagai penjabat sementara di pemerintahan. Sebab, ini melanggar UU kepolisian. Jangan sampai terkesan perwira tinggi Polri 'menganggur' sehingga menerima rasa menjadi Penjabat Gubernur.
"Kapolri Tito Karnavian sudah mewariskan apa untuk masa depan Polri. Apakah ada jargon profesional, modern, terpercaya atau benar-benar dibangun infrastruktur Polri yang modern dan profesional? Semua bisa terlihat dari pilihan kebijakan yang diambil saat ini," tutupnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar