Responsive Ads Here

Jumat, 26 Januari 2018

Konflik Politik di Hanura, Marsda Daryatmo atau OSO ?

Plt Ketua Umum Hanura Daryatmo. ©2018 Merdeka.com/Arie Basuki
Merdeka.com - 2018 Memang benar-benar sah disebut tahun politik. Baru memasuki hari ke-15, sudah ada tiga peristiwa besar yang menuai kontroversi di jagat politik. Dimulai dari mundurnya Azwar Anas dari Pilgub Jatim, tudingan La Nyalla Mattalitti kepada Prabowo Subianto, dan upaya pelengseran Oesman Sapta Odang (OSO) dari kursi ketua umum Hanura.
Sekjen Hanura Sarifuddin Sudding menggelar jumpa pers di Hotel Ambharawa,Jakarta pada Pukul 08.00 WIB. Isinya, menunjuk Marsekal Madya Daryatmo menjadi plt ketua umum. Sebab, OSO disebut telah mendapatkan mosi tidak percaya dari 27 DPD dan 400 DPC Hanura.
Di sisi lain, kubu OSO tak mau tinggal diam. OSO dan para loyalisnya seperti Gede Pasek Suardika menggelar rapat di Hotel Manhattan, Jakarta. Salah satu agendanya melengserkan Sarifuddin Sudding dari kursi orang nomor dua di Hanura.
Terbelah dan saling klaim antar pengurus di parpol bukan kali ini saja terjadi. Setidaknya, sudah tiga partai pasca Pilpres 2014 lalu kepengurusan partai terbelah. Golkar dan PPP lebih dulu mengawali konflik sengketa kepengurusan.
Lalu bagaimana jalan keluarnya?
Pengamat Hukum Tata Negara dari Universitas Parahyangan, Asep Warlan Yusuf mengatakan, jika dilihat dari UU Parpol, maka pengadilan belum mau mengadili sebelum partai tersebut membawa sengketa tersebut di mahkamah partai atau sebutan lainnya di partai. Jika mahkamah partai tak bisa menyelesaikan, maka kedua belah kubu baru bisa mengajukan gugatan.
"Bunyi UU-nya begitu, mahkamah partai ataupun apa namanya di partai masing-masing, UU menyerahkan pada internal partai dulu, siapa yang benar dan menyimpang," kata Asep saat dihubungi merdeka.com, Senin (15/1).
Daryatmo Hanura 2018 Merdeka.com
Asep menilai, saling klaim antar kubu yang paling sah pimpin partai tak akan bisa diselesaikan jika tak ada sikap legawa kedua belah pihak. Menurut dia, tetap saja yang berhak menurut hukum pimpin partai adalah kepengurusan yang terdaftar di Kemenkum HAM.
Apalagi saat ini tengah masuk ke dalam tahun politik. Baik negara maupun KPU akan melihat kepengurusan yang terdaftar di KPU. Kepengurusan bisa berganti apabila sebuah partai kembali menggelar munas atau munaslub.
"Secara hukum formal yang terdaftar di Kumham dan menurut UU Pemilu juga demikian, KPU hanya mengakui yang terdaftar di Kemenkum HAM," tambah Asep.
Asep pun menyarankan agar Hanura tak saling berselisih jelang perhelatan Pilkada Serentak pada Juni nanti. Tahun depan, Hanura juga akan menghadapi Pilpres. Sehingga, akan ada konsekuensi besar jika kedua kubu saling keras kepala menguasai partai.
Ketua Umum Partai Hanura, Oesman Sapta Odang 2017 Merdeka.com/Rendi Perdana
Dia mengatakan, bisa saja nanti salah satu kubu menggugat ke pengadilan jika memang tak ada lagi jalan keluar. Gugatan, nantinya meminta kepada hakim untuk mengeluarkan putusan sela sahkan kepengurusan Hanura yang terdaftar di Kemenkum HAM.
"Penggugat atau tergugat mengajukan permohonan putusan sela, semua status quo, tapi diterima enggak isinya," tutur Asep.
Menurut Asep, dibutuhkan niat baik untuk para pengurus Hanura baik kubu Daryatmo dan OSO untuk menyelesaikan konflik ini. Dengan begitu, konflik Hanura bisa diselesaikan, partai pun bisa memperkuat konsolidasi demi menyambut Pemilu 2019.
"Demi kepentingan konstituen, kader, selesaikan sebelum ada Pilkada, makanya jangan keluar penyelesaiannya (gugat hukum). Selesaikan di mahkamah partai, itu jauh lebih bijaksana," tutup Asep. [rnd]
Sumber: Merdeka.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar