Responsive Ads Here

Rabu, 07 Februari 2018

Aina Gamzatova: Wanita Muslim Penantang Putin


Aina Gamzatova, wanita muslim asal Daghestan berusia 46 tahun, secara resmi telah mengumumkan niatnya untuk maju dalam pemiihan presiden Rusia. Dia ingin melawan Presiden Rusia Vladimir Putin yang akan mencalokan diri lagi dalam pemilihan Maret 2018.

Pencalonan Gamzatova - wartawan, penasehat mufti pemerintahan Dagestan - diajuka pada Jumat (05/01) menyusul kepastian pencalonannya sepekan sebelumnya,melalui akun Facebooknya.

Gamzatova merupakan pemimpin redaksi Islam.ru, media Islam terbesar di Rusia yang terdiri dari televisi, radio dan media cetak.Gamzatova juga diketahui sering menulis buku tentang Islam dan melakukan kegiatan amal.

Gamzatova menikah dua kali. Suami pertamanya merupakan pemimpin muslim, Said Muhammad Abubakarov, yang meninggal karena dibunuh dalam sebuah ledakan mobil pada 1998. Hingga kini, pelakunya belum ditemukan.

Kini, ia telah menikah kembali dengan Akhmad Abdulaev, seorang Mufti Dagestan, meski Gamzatova sendiri merupakan seorang sufi.

Putin telah memastikan akan mencalonkan diri lagi pada pemilihan presiden dan jajak pendapat menunjukkan ia akan menang dengan mudah.

Putin telah berkuasa sejak tahun 2000, sebagai presiden dan juga perdana menteri dan bila terpilih lagi, ia akan menjabat sampai tahun 2024.>

Wartawan TV Rusia Ksenia Sobchak juga mengatakan akan mencalonkan diri namun Putin disebutkan para pengamat tak akan menghadapi perlawanan berarti. Pemimpin oposisi utama, Alexei Navalny, secara resmi telah dilarang ikut serta karena dinyatakan bersalah terlibat dalam penggelapan, dakwaan yang ia sebut memiliki motivasi politik.

Majunya Gamzatova sendiri menjadi perdebatan hangat di kalangan komunitas Muslim Rusia.

Seorang bloger terkenal Dagestan, Zakir Magomedov menulis, Gamzatova pasti tidak akan menang walaupun seluruh populasi Muslim yang berjumlah 20 juta memilihnya dalam pemilihan presiden di negara dengan 140 juta jiwa itu.

"Tentu saja dia tak akan jadi presiden. Untuk membicarakannya saja merupakan hal yang bodoh," tulis Magomedov.

Gamzatova kemungkinan mendapatkan banyak suara di Dagestan dan Kaukasus utara.

"Dia jelas akan mendapatkan suara mayoritas dan Putin tak akan mendapatkan suara sebesar 146% seperti biasa dari republik itu," sindir Magomedov mengacu pada guyonan di kalangan pengkritik Putin terkait suara yang biasa didapat dari pendukung setia presiden Rusia itu.

Mahasiswa Indonesia di Moskow yang tengah mengambil doktoral bidang politik, Eduardus Lemanto mengatakan jajak pendapat yang menempatkan Putin di posisi teratas karena dua barometer penting, keamanan dalam negeri serta ekonomi.

"Tentu ok ok saja mereka masuk ke bursa pencalonan....tapi kira-kira mampu tidak menduduki posisi yang tuan Putin miliki," kata Eduardus kepada wartawan BBC Indonesia, Endang Nurdin.

"Jajak pendapat yang menempatkan Putin belakangan ini di posisi paling tinggi, saya rasa penilaian cukup fair. Ada dua barometer...barometer pertama soal keamanan dalam negeri Rusia, bangsa ini cukup tertib, di mana dunia tengah mencari ketertiban... yang kedua soal ekonomi, di bawah pemerintah Putin berjalan baik, ini jadi indikasi pemerintahan dia ini, berjalan secara efektif dan efisien," tambahnya.

Sementara itu Gaydarbek Gaidarbekov, mantan juara tinju Olimpiade Dagestan melalui akun Instagramnya menulis pencalonan Gamzatova akan meningkatkan citra perempuan Muslim Rusia.

"Bahkan bilapun kalah, orang akan tahu bahwa perempuan berjilbab ini tidak hanya seorang ibu atau seorang wanita, namun juga orang berpendidikan, yang bijak dan terhormat," tulis Gaidarbekov.

Diprediksi Tidak Menang

Gamzatova banyak menerima kritik pedas terkait pencalonannya. Banyak yang memprediksi bahwa dia tidak akan bisa merebut kursi kepresidenan dari Vladimir Putin, sekalipun 20 juta muslim Rusia memilihnya.

"Tentu saja, dia tidak akan menjadi presiden. Bukanlah hal penting untuk membicarakannya," tulis Zakir Magomedov, seorang bloger terkenal dari Dagestan.

Akan tetapi, dia mungkin akan mengantongi banyak suara di Dagestan dan Kaukasus Utara.

"Dia pasti akan mendapatkan suara mayoritas dan Putin tidak akan mendapatkan suara sebanyak 146 persen dari republik ini," tulis Magomedov, mengacu pada sebuah lelucon di kalangan Kremlin tentang persentase loyalitas Putin.

Pakar lain mengatakan bahwa pencalonan Gamzatova mendiversifikasi kumpulan calon presiden yang kebanyakan laki-laki.

"Semakin beragam kandidatnya, terutama ada wanita, semakin baik. Terlebih dia adalah muslim, kenapa tidak?" ujar pengamat Kaukasus Utara dan Direktur Pusat Analisis dan Pencegahan Konflik Ekaterina Sokirianskaia.

Sebuah rumah terbagi 


Sejauh ini, pernyataan Gamzatova mengenai pencalonannya hanya sebatas deklarasi semata dan tidak bersifat substansial.

 "Ada ungkapan bagus, 'Sebuah rumah yang terbagi tidak bisa bisa bertahan'," tulis Gamzatova di akun Facebook pribadinya.

 "Negara kita, Rusia, adalah rumah kita, dan jika kita membaginya menjadi muslim atau Kristen, penduduk asli Kaukasus atau Rusia, pemerintah negara kita tidak akan pernah ada," lanjutnya.

 "Jangan anggap pencalonan saya hanya demi klerus atau usaha seorang muslim untuk menciptakan pesaing bagi Vladimir Putin... Ini adalah sebuah keinginan untuk mengumumkan kepada publik dan mendukung federal dengan sikap anti-Wahhabisme yang keras," imbuhnya.

Dengan lantang ia menyerukan dan ingin agar Kremlin semakin tegas dalam memberantas para pejuang yang ingin mendirikan negara sendiri di bawah hukum Islam. 

Maraknya kelompok bersenjata di Rusia berasal dari awal 1990-an, ketika ratusan pejuang muslim bergabung dengan kelompok separatis di negara tetangga Chechnya. Banyak di antara mereka merupakan orang Saudi, dan doktrin mereka, yakni menyebut orang sufi sebagai musyrik yang memuliakan "orang-orang kudus" dan tempat-tempat suci

Tidak ada komentar:

Posting Komentar